Kamis, 14 Januari 2010

Softswitch, Kunci Menuju Next Generation Network (NGN) Dunia Telekomunikasi

Konvergensi antara jaringan sirkit (circuit networks) dengan jaringan paket (packet network)—termasuk di dalamnya jaringan seluler—akan menjadi sebuah kebutuhan di masa yang akan datang. Ini karena di masa datang komunikasi bukan hanya melibatkan suara, namun sudah data, image dan bahkan video.
Kapan terjadinya dan apakah jaringan sirkit—kita kenal dengan layanan telpon tetap (PSTN)—akan dihapuskan untuk kemudian diganti dengan infrastruktur jaringan paket, itu masih menjadi tanda tanya. Akan tetapi, kalaupun hal itu terjadi, akan memakan waktu lama sampai seluruh jaringan tadi diganti dan menuju jaringan generasi masa depan (NGN-Next Generation Network).

Layanan komunikasi suara selama ini masih berbasis pada circuit-swithed. Pada jaringan ini, setiap call (panggilan) akan diberikan sebuah kanal tersendiri (dedicated), dan tidak ada pengguna lain yang dapat menggunakan kanal tersebut selama call yang tadi masih berlangsung. Kelebihannya, layanan ini mendukung real time-service. Namun, kelemahannya juga banyak. Kanal yang idle (tida aktif) karena tidak ada yang menggunakan juga harus tetap ‘bekerja’. Belum lagi biaya pembangunan dan pengembangan jaringan-infrastrukutur yang relatif mahal. Jumlah aplikasi layanan ini juga terbatas.
Sementara itu, jaringan paket digunakan untuk komunikasi data. Dalam jaringan ini, informasi dipecah menjadi beberapa bagian (disebut paket, frame atau pun sel), diberi header—berisi informasi pengirim, penerima dan urutan paket dari informasi —baru setelah itu dikirim. Pada pengiriman, semua kanal bisa digunakan,—tidak seperti pada circuit-switch—dengan memih kanal yang kosong dan paling cepat sampai ke tujuan/penerima. Kelebihan jaringan ini tentu saja dari efisiensi pemakaian kanal, karena setiap pengguna jaringan bisa menggunakan semua kanal yang tersedia untuk mengirim informasi ke pengguna yang lain.
Sejak berkembangnya telepon internet (VoIP) maka layanan komunikasi suara bukan hanya bisa dilewatkan oleh jaringan sirkit namun juga oleh jaringan paket yang berbasis IP (Internet Protokol). Dan lagi dengan teknik packet voice, dimana suara akan dikonversi menjadi bentuk digital, kemudian dimampatkan (compress) dan akhirnya dibagi manjadi beberapa paket suara untuk kemudian dikirim ke penerima via jaringan paket, ternyata memberikan kualitas bagus. Ini membuka peluang untuk mengirimkan informasi suara lewat jaringan paket, dalam bentuk packet voice.
Dengan melihat fakta dan aspek teknis di atas, tampaknya jaringan masa depan—Next Generation Network—memang akan berbasis paket. Namun dengan mempertimbangkan aspek bisnis, dalam hal ini biaya investasi yang harus ditanamkan, mengganti seluruh jaringan sirkit dengan jaringan paket akan membutuhkan biaya yang sangat besar. Oleh karena itu muncul solusi dengan melakukan migrasi antar jaringan secara bertahap. Dalam proses ini, jaringan sirkit tetap akan bisa berfungsi dan bahkan berhubungan dengan jaringan paket secara simultan. Dengan begitu, perusahaan penyedia layanan telekomunikasi tetap dapat mengambil untung dari layanan selama ini dan secara bertahap melakukan up-grade menuju jaringan berbasis paket.
Untuk mendukung solusi itu, telah muncul satu alat yang bernama softswitch. Alat ini mampu menghubungkan antara jaringan sirkit dengan jaringan paket, termasuk di dalamnya adalah jaringan telpon tetap (PSTN), internet yang berbasis IP, kabel TV dan juga jaringan seluler yang telah ada selama ini.
Sebuah forum bernama ISC (International Softswitch Consortium)—beranggotakan Siemens, NTT, Alcatel, Cisco, HSS, Sonus, Telcordia, dll—yang membahas tentang softswitch, Next Generation Network dan juga melakukan uji standar terhadap beberapa produk softswitch memberikan definisi tentang softswitch sebagai berikut: segala hal yang berhubungan dengan sistem komunikasi generasi masa depan (next generation communication) yang berbasis open-standard, mengintegrasikan layanan voice, data dan video dan menggelar layanan value-added yang lebih menjanjikan dibandingkan layanan PSTN sekarang.
Softwitch dikembangkan secara terpisah, perangkat keras (hardware), disebut Media Gateway (MG) dan perangkat lunaknya (software), disebut Media Gateway Controller (MGC) yang fokus pada software call-processing. Alasan terbesar mengapa pengembangannya dipisah adalah pada etika open-standard tadi, dimana monopoli baik sisi hardware maupun software menjadi hilang, dengan begitu para pemain akan bersaing secara adil dan masing-masing akan menawarkan produk terbaiknya ke pasar. Selain itu, juga membuka peluang bagi perusahaan lain, terutama di bagian software call prosessing untuk ikut bermain. Dan yang pasti hal ini juga akan ‘memanjakan’ para penyedia layanan telekomunikasi dalam memilih produk yang paling kompetitif dan sesuai dengan kebutuhan. Penyedia layanan juga bisa melakukan setting jaringan, membuat konfigurasi dan pengembangan sesuai dengan kebutuhanya tanpa harus terpaku pada satu vendor. Hal ini bertolak belakang dengan pengembangan teknologi jaringan sirkit yang sangat vendor-driven, yaitu ketergantngan operator penyedia layanan dengan pihak suplier sangat tinggi, termasuk biaya penambahan dan testing feature baru yang mahal, sehingga layanan yang diberikan masih bertumpu pada transfer suara saja.
MGC akan bekerja di tataran pengaturan panggilannya (call control) serta call processing. MGC akan mengontrol panggilan yang masuk untuk mengetahui jenis media penggilan dan tujuannya. Dari situ, MGC akan mengirikan sinyal ke MG untuk melakukan koneksi, baik intrakoneksi jaringan—sirkit ke sirkit atau paket ke paket; maupun interkoneksi jaringan—sirkit ke paket dan sebaliknya.Jika diperlukan, MGC akan meminta MG melakukan konversi media yang sesuai dengan permintaan, atau langsung meneruskan panggilan jika tidak diperlukan konversi.
MGC menganggap MG sebagai kumpulan terminasi. Dalam fungsi itu, maka MGC dapat meminta MG melakukan konversi, koneksi dan pengiriman ring-tone (dering suara telpon) ke tujuan. Antara MGC dan MG sendiri akan saling berhubungan dengan protokol Megaco atau MGCP (Media Gateway Control Protocol).
Sementara itu, satu MGC akan berhubungan dengan MGC yang lain, baik itu yang berada di jaringan yang sama maupun berbeda, dengan mengirimkan protokol sinyal tertentu. Untuk jaringan sirkit, MGC akan mengirimkan SS7 (Signalling System 7), sementara jika berhubungan dengan jaringan paket, maka MGC akan menggunakan H.323 atau SIP (Season Initiation Protocol).
MG sendiri ‘hanya’ akan bekerja sebagai converter antara jaringan sirkit dengan jaringan paket. Di sini fungsi softswitch menjadi hanya setara dengan ‘switch analog’ dan tidak memberikan layanan yang lain. MG juga bisa bekerja di sisi pelanggan maupun penyedia layanan, dimana softwitch bukan hanya berfungsi sebagai converter, namun juga memberikan feature lebih, termasuk dial-tone tentunya. Pada posisi ini, maka softswitch akan bekerja lebih kompleks.
MG juga akan mengirimkan bermacam sinyal, tergantung jenis media yang digunakan. Sinyal itu dikirm atas permintaan MGC, sehingga dapat dideteksi oleh terminal atau oleh MGC selanjutnya.
Softswitch akan memegang peranan penting di masa transisi dimana di satu sisi jaringan sirkit masih eksis sementara di sisi lain kebutuhan akan jaringan paket makin besar, terutama diasari alasan bahwa jaringan paket lebih ‘hemat’, dan lebih handal dalam pengiriman informasi terutama yang dalam format data, juga munculnya teknik paket suara (packet voice) yang membuat suara yang dikirim mampu dikonversi menjadi bentuk paket digital untuk kemudian dikirim via jaringan paket, ditambah fakta bahwa dengan perubahan dari sirkit ke paket akan banyak biaya yang bisa ditekan, terutama biaya opersional. Hal-hal seperti itulah yang semakin memacu terwujudnya jaringan paket terintegrasi dengan nama Next Generation Networks (NGN).
Bagaimana dengan kita?...Pintu sebenarnya terbuka lebar bagi masuknya pemain baru di masa transisi sampai era NGN nanti. Baik untuk operator baru, bisnis content-service provider, dan tentu saja bisnis 3rd party yang menyediakan jasa outsourcing jaringan terintegrasi lewat softswitch.
Patut ditunggu gebrakan pemerintah dalam membuat regulasi di bidang ini. Akan lebih bijak jika pemilihan teknologi telekomunikasi yang akan diterapkan di negara ini, bukan hanya berdasar aspek bisnis, kemungkinan masuknya investor baru, atau bahkan gengsi kepada negara lain—yang ini sangat tidak berdasar. Namun patut juga dipertimbangkan aspek teknis, kompatibilitas dan konvergensi dengan infrastrukutur yang eksis, dan tentu saja, portofolio masa depan dunia telekomunikasi Indonesia. Semoga kita belajar dari kesalahan kita.

Arif Fitrianto
Mahasiswa S-1 Teknik Telekomunikasi ITB
Email : dunklu@plasa.com,
Telepon : +62 817 921 4924

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

kasih komen yah...